“Ayolaaah…
Masa gitu doang nggak bisa?, yang
kenceng dong….”
“Berisik
kau, Du!!.”
FFUUUUHHHHHH… Serpihan genteng pun terbang dilempar Iman.
PRAANNGGG…
Meleset.
“Hahaha,
nggak kena!,” Dudu joged kegirangan.
“Arggh…
,” Iman tampak kesal, kami ikut-ikutan.
Kami
sedang memasuki ronde 5, pilar pendek yang tersusun dari potongan genteng masih
berdiri tegak, kami harus meruntuhkannya agar ronde 5 ini dimulai. Dudu jadi
‘kucing’ yang jaga sedangkan kami berenam yang akan bersembunyi. Halaman rumah Reni
cukup luas biasanya dipakai untuk garasi mobil colt bak terbuka milik Ayahnya, kami terkadang bermain disini,
biasanya 15 orang lebih ikut bermain, kali ini sepi Reni tidak ada di rumah.
Lima
kali bermain lima kali pula harus jaga, sepertinya Dudu hobby jadi tukang jaga,
dia berbakat menjadi Hansip.
“Kamu
aja Wi, ayo cepet lempar!!!.” Dudu
menantang sembari tersenyum penuh percaya diri.
Aku
pun maju, pandanganku lurus mengunci sasaran, tumpukan genteng itu berdiri 10
langkah didepanku. Aku tarik nafas panjang, potongan genteng ditangan Aku
genggam erat, perlahan ku ayunkan tanganku kemudian kulempar sekuat tenaga,
potongan genteng memelesat tajam.
PRAANNGGG…
Kena!!.
“Hahaha,
Ayo sembunyi!!,” Andi berlari paling duluan,
kami menyusul berlari kesegala arah.
Aku
berlari ke arah timur samping gang rumah Pak Nano, sekejap mataku melirik ke
belakang, tampak Dudu sedang berdiri sambil tersenyum, dia tidak segera
merapikan potongan genteng yang berserakan, dia memperhatikan arah larinya
anak-anak yang lain, curang.
“Ihhh,,
ngapain sih kamu ngikutin Aku mulu??, kesana ihh jangan ngikutin.” Aku berlagak
marah, Iman mengikutiku dari belakang.
“Kalau
ngumpet sama yang lain Aku sering ketahuan,” Iman menunduk, kami berdua duduk
dibelakang rumah Pak Nano, beruntung desa kami masih jarang orang yang
membangun tembok tinggi atau memasang pagar besi untuk membatasi tanahnya, kami
bebas berlarian di halaman mereka, kadang dimarahin
sih.
“Ya
sudah, awas kalau bikin Aku repot.”
“Siap
Wii,” Iman mengangguk.
Kami berdua berjalan perlahan
sambil mengintip memeriksa keadaan, ini adalah tempat persembunyian andalanku,
dari sini bisa melihat jelas ke arah halaman rumah Reni, Dudu sudah berhasil
menyusun genteng, dia sedang memandangi jam ditangannya, entah taktik macam apa
yang sedang dia siapkan.
“Nisa tuh Nisaa … keluar aja
Nis… ,” Dudu teriak kegirangan, mantra ajaib pun diucapkan,”Nisa ‘bancak’!!,” satu
mangsa ditangkap. Kaki Dudu menginjak-injak batu kecil tidak jauh dari
lingkaran yang terpahat ditanah tempat tumpukan genteng berada.
“Yaahh,… Kok bisa tau sih ??,” Nisa keluar dari persembunyian, rambut
hitamnya melambai-lambai tertiup angin, rok hitamnya ikut berkibar, tangannya
mencengkeram sebungkus makanan ringan.
“Tau dong, Hahaha,” Dudu bangga.
Yaa bagaimana tidak ketahuan, kalau setiap sembunyi larinya ke
warung Bu Ika terus. Nisa duduk diteras rumah Reni sambil menikmati keripik
kentang rasa ayam barbeque, KREESS…
KRESS… KRESS… bikin Dudu ngiler.
CING
KOROKOK BODOGOL CAU…
UCING
NA NGOKOK BOOL NA BAU …
Nyanyain khas petak umpet pun
berkumandang, itu suara Deni. Sepertinya dia bersembunyi tidak jauh dari
halaman Reni, Dudu memperhatikan sekitar dengan sesama, matanya liar seperti
elang mencari buruan.
“Suara Si Deni, Wii.” Iman
menepuk-nepuk punggungku setengah mendorong.
“jangan dorong-dorong dong, entar Aku ketahuan… Aku juga tahu
itu Deni!!, ,” Aku balik mendorongnya pelan.
“Oh, maaf Wi,” Iman cengengesan,
senyumnya manis.
Sekarang Aku mengendap-endap ke
belakang rumah Pak Toto uaknya Nisa, lalu berjalan tembus sampai ke jalan desa.
Iman masih saja membuntutiku membuat langkahku terganggu, jantungku berdetak
makin kencang.
Kami berdua bersembunyi dibalik
gapura didepan gang samping halaman rumah Reni, kami luput dari pengawasan Dudu.
“ Rita!! ‘bancak’!!,… Andi!!
‘bancak’!!,… dibelakang pohon mangga ituu tadi kelihatan lari… Hahaha,” Kaki
Dudu sudah ada di batu kecil lagi, dua mangsa tertangkap, sepertinya dia
berbakat menjadi detektif.
“Ahh kamu sih Rita ngikutin Aku mulu,” Andi mengeluh, dia masih memakai
celana seragam sekolah dan baju hitam bergambar logo Batman andalannya.
“Ahh kamunya aja larinya lambat,” Rita balik mengomel,
baju terusan biru berhias bunga-bunga merah kecil yang dikenakannya sudah mulai
kusam. Kakak adik ini selalu bermain bersama tapi tidak pernah akur, selalu
saja bertengkar.
Rita
mendekat kemudian duduk di dekat Nisa sementara Andi berjalan ke arah jalan,
dia tidak sengaja melihat Aku dan iman sedang bersembunyi. Iman menempelkan
jari telunjuk ke bibirnya.
“Muter dong, Du… Jangan diem aja, ‘ngokok’,” Andi pura-pura sewot.
“Santai, Ndi… sebentar lagi
semua akan tertengkap olehku,” Dudu tersenyum lebar, giginya tidak rapi. Dia
masih saja berdiri tak jauh dari tumpukan genteng yang harus dijaganya, matanya
memeriksa sekitar.
“Wii …!!,” Deni terengah-engah,
tiba-tiba saja dia sudah ada dibelakang Iman.
“Apa sih, Den… Ngagetin,” Aku
pukul kepalanya pelan-pelan, kesal.
“Bagaimana ini Wii, kita harus
menyelamatkan Nisa… “ dia terlihat ketakutan, sementara Nisa… Nisa berjalan santai
menyebrangi jalan desa lurus menuju warung Bu Ika tanpa melirik kepada kami
yang tengah serius bersembunyi, lempeng, dia jajan lagi. Nisa kemudian berjalan
lagi seperti tadi kembali ketempat duduknya sambil memegang satu keresek penuh
berisi beberapa bungkus kerupuk emping, satu bungkus dia buka kemudian makan
bersama Rita, dia jajan terus, Rita senang lalu ikut makan bersama. Andi
mendekat berharap ditawari. Dudu tidak tertarik, dia masih asik memantau
sekeliling.
“Gini aja Den, Aku punya
rencana besar nih,” Aku berkata
pelan, Iman dan Deni mendekat, Aku bisikan rencana besarku kepada mereka, iyaa
ini adalah rencana besar yang sangat rahasia jadi hanya Aku, Iman dan Deni yang
boleh tahu.
“Oke, Aku mengerti Wii,” Deni berlari
ke belakang rumah Pak Toto menunaikan tugas besar dariku, dia mengikuti
perintahku tanpa banyak tanya, dia naksir Nisa.
“Wii… .” Iman berkata.
“Apa…??.” Aku menjawab sambil
membelakangi Iman, Aku harus mengawasi keadaan memastikan rencanaku berjalan
dengan lancar.
“Kalau rencana kamu gagal, Aku
yang akan menyelamatkan mu, Wii.” Aku terkejut seketika berbalik ke belakang,
Iman duduk di tanah memegang daun kering pohon nangka. Aku terdiam berusaha
menebak apa maksud ucapan Iman tadi, bingung.
“Deni… ‘Bancak’!!. Hahahaha,” Dudu
berteriak kencang, rencanaku gagal. Gara-gara Iman Aku jadi lupa dengan
rencanaku bersama Deni, urgh. Saatnya rencana cadangan.
“Kamu diam disini, Man. Jalankan
rencana ke-tiga kalau Aku tidak berhasil,” pesanku singkat, Iman mengangguk
paham.
Aku berlari mengambil jalan
memutar kembali ke samping rumah Pak Nano, lalu berjalan menyusuri gang. Dudu
menghadap ke arah jalan desa, Aku kemudian menyelinap ke belakang pohon mangga
tempat tadi Andi dan Rita bersembunyi.
Deni
pun memulai rencana kedua. Deni memandang ke arah jalan lalu mengibas-ngibas
tangannya seolah sedang berkomuikasi dengan seseorang. Dudu melihat sekejap,
Deni pun pura-pura diam, Dudu pun mulai curiga, rencana berjalan sesuai dengan
rencana.
Dudu
berjalan mendekati gapura perlahan-lahan, dia tidak mau gegabah terlalu jauh
berjalan bisa berakibat fatal. Selangkah demi selangkah, matanya mencari-cari
dengan seksama.
Dudu semakin menjauh, ini
kesempatan untukku. Aku pegang sendal jepitku, iya sendal jepit bergambar Hello Kitty warna pink hadiah dari
Mamihku. Aku berlari sekuat tenaga menuju tumpukan genteng, Dudu menyadari kehadiranku,
dia pun berlari berusaha menyelamatkan bentengnya.
Pandanganku
lurus kedepan, tumpukan genteng berdiri 5 langkah didepanku nafasku memburu,
sendal jepit masih Aku genggam erat, perlahan ku ayunkan tanganku, tiba-tiba
ucapan Iman terngiang lagi di kepalaku…
Aku yang akan menyelamatkan mu, Wii…
Konsentrasiku
buyar. Segera kulempar sekuat tenaga, sandal jepit ku memelesat tajam, dan… PLUUKK… Sandalku mendarat 2 jengkal
didepan tumpukan genteng lalu memantul…
“Dwi… ‘Bancak’… !!,” Aku tertangkap, Dudu
tersenyum lebar, Aku tidak beruntung.
“Wah, tinggal Si Iman nih. Hahahaha,”Kemenangan didepan mata.
“Selamatkan
Aku, Man… Selamatkan Nisa, biar ga jadi jaga… .” Harapku lirih dalam hati,
diikuti bermacam do’a dan permintaan.
Aku
ikut bergabung dengan Nisa dan Rita, Aku ikut memakan kerupuk emping bersama mereka. Andi maskin mendekat tapi tak
berani ikut makan, Deni masih saja memperhatikan Nisa, tapi Nisa tidak
menghiraukannya, makanan membuat dia lupa segalanya.
“Imaaannn,…
Imaaaannnn…,” Dudu tampak bersemangat, dia tahu Iman pasti kalah cepat dibanding
dirinya. Dudu mulai berani berkeliling jauh dari bentengnya, Iman target yang
empuk.
Kilauan
oranye mulai terlihat dilangit, hari semakin sore semakin dingin, Aku mulai
lelah menunggu, sebenarnya Iman kemana sih?, Kenapa rencana ketigaku tidak juga
dia laksanakan?.
“Andiii,…
Rita… Ayo pulang, sudah sore, bentar lagi Maghrib!!,” Wanita bertubuh gemuk
menggunakan baju tidur bunga-bunga warna putih tiba-tiba datang.
“Hmmm…
Aku pulang dulu, yaa… .“ Andi pamit, lesu tak berhasil ikut makan,
“Aku
juga pulang, sampai besok yaaa Kak Uwii … .” Adiknya pun pamit, dia sudah kenyang.
Dudu
pun tak sanggup bertahan, akhirnya kami memutuskan bubar mengakhiri permainan
dan meninggalkan tumpukan genteng dihalaman Reni, Iman dimanakah kamu, Aku
khawatir.
Aku
pun menyebrangi jalan lalu masuk ke gang buntu samping Warung Bu Ika, lesu
karena terlalu lama menunggu. Sampailah Aku di rumah anak laki-laki itu, bocah
aneh yang selalu bisa membuatku tersenyum. Pintu belakang rumahnya terbuka, Aku
bisa melihat jelas, Aku bisa melihat dengan sangat jelas, dia ada disana, dia
_Iman_ sedang duduk dikursi sambil makan tempe depan televisi, dia tertawa.
Aku ingin
pulang.
Bandung, 15
Maret 2016
Kasian Dwi, patah hati perdana ya?
BalasHapusentah ,, Saya belum tau mau dibawa kemana cerita ini ,,
Hapusmasih seneng ngejailin dwi n iman ,,
OK Man, terlepas dari enaknya cerita ini diikuti, kurangnya paling adalah cara lu establish tempatnya. Kayaknya akan lebih membantu kalo lu udah punya bayangan settingnya kayak gimana, jadi pembaca ga mengawang-awang tempatnya gimana. Gw ngerasa tempat-tempatnya tuh melayang-layang tanpa ada sense jarak dan posisi.
BalasHapusMungkin bisa membantu kalo di suatu poin sebelum mereka mulai nyebar, lu deskripsiin tempat A ada di sebelah B, belakang C, kira-kira 10 langkah dari tempat mereka mulai bermain. Trus kasih landmark2 kayak pohon, bekas pilar batu, dst. Gitu aja sih dari aku.
setuju ,,
Hapusgw udah ada sih gambaran setting tempatnya ,, cuman lumayan susah juga buat nyeritainnya ,,
well, mudah2an kedepannya bisa lebih baek lagi ,, :)
makasih mass