Senin, 18 Januari 2016

BRAHMAASTRA

KRI Birang mengapung tanpa tenaga di gelapnya angkasa, ia bergerak hanya karena inersia yang tersisa dari dorongan roket-roketnya. Dua belas jam yang lalu roket-roket utamanya kehilangan tenaga, awak kapal terpaksa menggerakannya menggunakan roket-roket pendukung (yang biasanya hanya digunakan untuk mengendalikan arah) untuk mundur kembali ke Bumi. Enam jam yang lalu roket-roket pendukung itu mati tanpa sebab yang jelas seperti yang dialami roket utamanya.

Kapal patroli kelas Suryopranoto ini bertugas menjaga perimeter di antara Pluto dan Kabut Oort sejak sinyal radio yang memancarkan deret pi tertangkap oleh SETI sepuluh tahun lalu. Tugasnya adalah memantau pergerakan abnormal yang mungkin terjadi di sana, dan lima bulan lalu Mandala –radar jarak jauh di pos observasi angkasa terluar di dekat Neptunus– menangkap pergerakan beberapa komet di kabut Oort bergerak dengan vektor-vektor yang hampir mustahil terjadi secara alami.

Kapten Miguel Sandoro menatap panil kontrol di hadapannya. Satu persatu bagian-bagian kapal yang digambarkan berwarna biru di panil tersebut berubah menjadi merah. Bersamaan dengan matinya sistem pendorong kapal, sistem penyokong kehidupan yang mengelola daur ulang air dan CO2 menjadi oksigen ikut mati, hanya tersisa oksigen untuk dua puluh empat jam. Dengan gerakan jarinya Kapten Sandoro mengubah tampilan panil dari laporan status kapal menjadi radar yang menunjukkan dua titik beriringan menuju Bumi. Salah satu titik tersebut adalah kapal yang sudah menjadi rumahnya untuk lima belas tahun terakhir, yang satunya adalah hululedak nuklir teknologi asing berdaya ledak setara asteroid yang mengakhiri masa jaya dinosaurus di muka Bumi.

Suara Markonis Lidia Santoso melaporkan lewat pengeras suara,”Kapten, komputer sudah selesai melakukan perhitungan, apabila kita meledakkan pintu segel udara dek 14 dan 18, kemungkinan menggunakan dorongan simpanan oksigen kapal untuk menghadang misil adalah 89,36%. Titik temu adalah di sekitar orbit Jupiter” Laporan tersebut tidak perlu mengucapkan hal yang sudah jelas: seluruh awak kapal tidak akan selamat dari misi terakhir ini.

Mualim 1 Jordan Bennett memecahkan kesunyian di dek tersebut, “Kapten, kami butuh keputusan Anda.” Kapten Sandoro mengambil tabletnya untuk mengirimkan pesan radio. Tiga puluh menit kemudian, pintu segel udara dek 14 dan 18 KRI Birang meledak tanpa suara, beberapa menit setelahnya suara Kapten Sandoro mencapai pusat komando militer Bumi, “Bumi, Kapten Sandoro dari KRI Birang melaporkan…”

5 komentar:

  1. Oke, menurut pengamatan gw, cerita mas ini penuh 'info dump'. Mas pengen memasukkan banyak hal mengenai teknologi dan universe cerita ini secepat mungkin. Di awal cerita, mas banyak menceritakan hal-hal yang sudah berlalu ("12 jam yang lalu", "6 jam yang lalu"). Pembaca tidak akan tertarik sama detil-detil seperti ini karena mereka belum kenal karakternya; karakter belum diperkenalkan dengan baik sehingga pembaca tidak merasa terlibat dalam kegentingan yang sedang terjadi. Kalau pembaca tidak berempati, mereka tidak akan peduli bahwa beberapa jam yang lalu kapal si karakter mengalami berbagai kegagalan. Pembaca akan lupa juga segala detilnya segera setelah bagian itu dibaca, because they don't care. YET.

    Gw ngerti mas pengen mengungkapkan betapa daruratnya keadaan si karakter sekarang, tapi sepertinya lebih baik kalau mas mulai langsung dari apa yang sedang terjadi, di sini, sekarang, dari sudut pandang si karakter di sini, sekarang. Apalagi kelihatannya mas pake sudut pandang 'orang ketiga terbatas', akan kurang masuk akal si karakter akan banyak mengenang apa yang terjadi beberapa jam yang lalu dan informasi detil mengenai kapalnya ketika dia sedang dalam keadaan genting.

    Gw coba ngasih contoh ya. Coba bandingkan kalau kita mulai ceritanya begini:

    "Kapten Miguel Sandoro menatap panil kontrol di hadapannya. Indikator daur ulang air berubah merah, lalu indikator CO2 berubah merah, lalu sistem pendorong kapal. Telapak tangannya yang berkeringat terasa licin saat dia mencoba mengakses tampilan radar; jauh lebih baik daripada melihat semua indikator perlahan-lahan berganti warna dari biru ke merah. Lidia melaporkan sesuatu lewat pengeras suara, mengenai pintu segel atau semacamnya."

    Ini juga masih amateurishly done sih, tapi you get the point. Kalau mas baca opening ceritanya kayak gini, lebih penasaran ga kira2? (Kalo ngga, my bad hahahah) Masukkan pembaca langsung ke dalam aksi. Kasih sensasi-sensasi fisik pada karakter (telapak tangan yang berkeringat - panik). Beri pengamatan langsung si karakter pada keadaan sekelilingnya DI SAAT ITU (hindari mengenang2 apa yang terjadi di masa lalu). Pembaca akan lebih mudah bersimpati pada kengerian yang sedang dialami si Kapten dan langsung tersedot masuk ke dunianya. Gw juga membuat dia ga bisa menangkap jelas apa yang Lidya katakan, sebuah atribut manusiawi: dia kurang bisa membagi fokusnya dengan baik; dia punya kekurangan; ini cara yang mudah untuk membuat pembaca langsung bersimpati (Lihat: Nobita, Usagi).

    Naah, kalau pembaca sudah tersedot masuk ke dalam aksi dan bersimpati pada perilnya karakter, baru mas boleh sedikit2 sprinkled in some background info. Jangan dumping tetep, tapi sprinkled throughout the story. Bisa lewat dialog, atau kenangan si karakter, tapi usahakan tetap relevan sama apa yang sedang terjadi SEKARANG.

    Semoga membantuuu. Gw kasih link dari blog editor yang dulu pernah ngebantai gw ya mas tentang info dump:

    http://ellenbrockediting.com/2014/07/03/novel-boot-camp-lecture-3-how-to-avoid-info-dumping/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oke, gua udah baca linknya, banyak info bagusnya. Kayaknya sih ini yang terjadi:
      If you find that you have so much back story that there is no way to convey it without info dump after info dump, that could be a sign that you’re starting the story too late.
      Karena kemarin rencananya cuma 2 paragraf jadi agak difast forward, dan jadinya info dump.

      Usul lo itu lumayan, tapi sebenernya tujuan gua bikin setup di paragraf pertama itu karena gua pengen flavor cerita ini lebih ke arah hard science fiction dibanding space opera, yang artinya dia discuss science di dunianya hampir sama banyaknya dengan dia discuss karakter-karakternya.

      Soal distraksi yang bikin si Kapten "ga denger" apa yang diomongin Lidia juga bagus dan manusiawi, tapi gua rasa ga bisa diapply di sini karena karakter si Kapten itu gak seperti itu. Kalau lo perhatiin, di paragraf terakhir ada kalimat "Mualim 1 Jordan Bennett memecahkan kesunyian di dek tersebut..." di situ sebetulnya gua pengen masukin sisi manusiawi si kapten (dan awaknya). Dia gak pecah konsentrasinya, tapi justru jadi makin fokus dengan keadaan genting ini, saking fokusnya dia mikir dan diam agak lama dan perlu diingatkan sama first officer nya. Ini bukan kapten kemarin sore loh, dia udah 15 tahun bertugas mimpin kapal ini, yang mana berarti mungkin karirnya di militer sekitar 20-30 tahunan. Dia gak bakal semudah itu gamang. Dia tau dia bisa mati kapan aja untuk sebagian besar hidupnya.

      Mungkin paragraf pertama cerita ini mirip dengan chapter 1 Leviathan Wakes, Corey habisin 5 paragraf untuk setup universenya. Gua rasa itu perlu dilakuin oleh Corey untuk bilang "No, this is neither Star Wars nor Star Trek" dia establish bahwa dia hard science fiction. Tapi anyway, lain kali info dump nya bakal dilakukan lebih cantik deh, thanks masukannya ya.

      Hapus
    2. Berhubung mas menyinggung Leviathan Wakes, chapter 1 kalo mas perhatiin adalah first and foremost derita Julie Mao. Ga bahas dulu di masa itu ada apa dulu, atau tahun berapa, atau teknologi apa. Dia memang bilang 'The Scopuli had been taken eight days ago, ...' tapi langsung ke perasaan si karakter ," ... and Julie Mao was finally ready to be shot." Kita ga tahu Scopuli itu apa at this point, tapi kita langsung bersimpati sama Julie karena dia udah siap ditembak. WHY?? Kita langsung hooked up saat manusia (dan perasaannya) yang dibahas. Sampai akhir prologue pun walau kita tahu Scopuli itu kapal, kita masih belum tahu dia kapal apaan, ngapain dsb, tapi kita udah masuk ke cerita karena kita kuatir sama Julie. Gitu lah kira - kira mas heheh.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus