Kamis, 21 Januari 2016

Detik

Apa yang kamu lakukan ketika menunggu kedatangan seseorang? Aku, menghitung setiap detik yang mati hingga ia tiba. Hal itu perlahan membuat aku berpikir bahwa "selamanya" hanyalah sebuah bualan belaka. Karena "sekarang" tidak memiliki umur yang lama, bukan? Ia mati saat itu juga. Lalu, bagaimana kita meyakini bahwa selamanya itu benar-benar ada?
Saat ini sudah lebih dari  10.800 detik yang tewas, tapi laki-laki yang sudah menjadi teman setia ku untuk menghabiskan waktu sekitar 62.208.000 detik itu belum juga datang. Padahal ini waktu yang sangat penting untuk kita berdua. Waktu dimana sebuah ijab qabul akan terucap di depan penghulu. Waktu ketika aku dan dia mengucap janji sehidup-semati atas nama Tuhan.
"Bu, sudah ada tanda-tanda kedatangan keluarga Mas Bayu?" Tanyaku pada Ibu yang baru saja kembali dari luar gedung, untuk ke tujuh kalinya ku rasa.
"Belum Ran. Mungkin kena macet." Jawabnya sambil berusaha menenangkan aku.
Aku mencoba menghubungi ponsel Mas Bayu  untuk memastikan keberadaannya saat ini. Enam kali deringan, tidak ada jawaban. Aku terus mencoba hingga deringan ke delapan belas, ah diangkat.
"Mas, sudah sampai mana? Masih lama ya? Kena macet? Atau kenapa?" Tanyaku tanpa jeda.
Tapi hanya terdengar hening dan nafas yang berat selama sekitar lima belas detik.
"Rani..." Terdengar sebuah suara yang aku kenal dari sebrang sana. Bukan Mas Bayu. Tapi Om Satrio. Calon ayah mertuaku. "Kami mengalami kecelakaan. Bayu..."
Dadaku tercekat. Aku berharap detik tidak berganti saat itu. Aku tidak ingin mendengar kalimat selanjutnya.

2 komentar:

  1. Aaaaa kasihaaan!!!

    Bismi menurut gw oketa banget. Dia langsung ke aksi, dia langsung mulai dengan PERASAAN si karakter. Dia gak heboh dengan info-info yang belum penting di awal dan langsung menarik pembaca ke suasana hati si karakter. Ini contoh yang baik untuk mas Iqbal dan Citra. Heheh

    Lu juga dengan terampil menurut gw, untuk memberi tahu settingnya (detik-detik menjelang pernikahan) tanpa terang-terangan memberi tahu kalau si karakter lagi mau nikah lhoooo. Info tentang settingnya diberi tahu oleh pengamatan si karakter mengenai keadaannya (lamanya waktu berlalu, banalitas kata ‘selamanya’, etc). Gw genuinely peduli sama karakter ini, dan ketika lu ngasih tahu apa yang terjadi sama calon suaminya, it breaks my heart.

    Masukan dari gw adalah, hati-hati untuk jadi terlalu melankolis. Di cerita ini lu membatasi menye-menyenya jadi secukupnya, tapi ada resiko itu. Batasi kata-kata dan penggambaran-penggambaran yang terlalu melodramatis. Kalimat “Saat ini sudah lebih dari 10.800 detik yang tewas, tapi laki-laki yang sudah menjadi teman setia ku untuk menghabiskan waktu sekitar 62.208.000 detik itu belum juga datang,” agak menyebalkan buat gw, dan sepertinya untuk pembaca lain, karena ini menyetop laju cerita.

    Karakter ini dramatis mungkin menurut elu, tapi pembaca belum tahu itu. Keep it simple, in the moment, dan jangan suruh pembaca menghitung dulu hahaha.

    Jangan terjebak sindrom “it was a dark and stormy night”* untuk membuka cerita.

    Tapi overall, good job Bismi!!!

    * https://en.wikipedia.org/wiki/It_was_a_dark_and_stormy_night

    BalasHapus
  2. Ada kontesnya loh untuk bikin kalimat pembuka yang lebay, melodramatis, dan berbunga2 hahaha. Ini ada contoh pemenang-pemenang kontesnya. Lucu abis:

    http://www.bulwer-lytton.com/2011win.html

    BalasHapus