Senin, 18 Januari 2016

Sayur Sawi

Saya terheran-heran bagaimana mereka tidak kunjung bisa dihabiskan. Saya selalu memastikan saya mengikutsertakan sebagian dari mereka dalam setiap suapan, tapi saya rasa mereka punya semangat juang yang tinggi untuk tetap bertahan. Saya bisa saja menarik pelajaran dari keinginan sayuran ini untuk bertahan dan mengaplikasikannya dalam berbagai bentuk kehidupan; mengenai pentingnya menggunakan segala daya dan upaya untuk tetap hidup dan relevan, tapi saat sawi sudah menjadi makanan olahan, secara teknis mereka sudah mati. Jadi kenapa mereka tetep berkembang biak dan menolak dengan sekuat tenaga untuk punah dari dalam piring saya, adalah sebuah misteri bagi saya. Sebuah usaha yang sia-sia, oseng-oseng sawi!!! Menyerahlah!

Mungkin sifat-sifat fisiologi merekalah yang menjadi tolok ukur betapa kuatnya spesies mereka, setidaknya dalam habitat piring saya: tekstur mereka agak keras, rasa mereka tidak manis tapi juga tidak hambar, dan kemampuan mereka untuk tetap mempertahankan cita rasa mereka seberapa banyak apapun garam, merica, cabe potong, bawang putih, yang sudah dioseng-oseng bersama mereka. Mereka katanya punya serangkaian manfaat dan mengandung vitamin ini itu dan bisa mencegah penyakit ini itu, sebuah sayur yang luar biasa adanya, dan karena itulah mereka selalu muncul dan muncul lagi dalam habitat piring saya, mengganggu nikmatnya ikan, atau ayam, atau ati ampela yang bersanding bersama mereka. Itu bukan fakta yang spesial sebenarnya, banyak sayuran punya manfaat seperti itu tapi mereka tidak pongah dan menganggap bahwa diri mereka superior dari sayuran lain. Sudah satu jam saya berusaha menghabiskan kalian, sawi; tapi setiap manusia ada batasnya. Saya ucapkan selamat tinggal dulu untuk sekarang, karena saya yakin kalian akan muncul lagi suatu hari nanti, di saat yang selalu paling tidak tepat. Tolonglah ketika kalian muncul lagi, jadilah lebih enak. Terimakasih.

1 komentar: