“Di suatu masa, ketika Bumi sudah berusia lebih tua dari umurnya yang sekarang… Ada sebuah kisah tentang seorang gadis bernama Gina…”
“Apa itu artinya di masa depan, nek?” Tanya seorang bocah yang tengah duduk rapih bersama beberapa temannya yang ikut mengerubungi sang Nenek pengemis berjubah lusuh. Nenek itu hanya tersenyum tipis sambil mengangguk. Ketika Nenek itu hendak melanjutkan ceritanya, salah satu anak lelaki tiba-tiba bersiul tanpa sebab.
“Kamu tuh katanya mau dengerin ceritanya Nenek, lanjut nggak?” Nenek itu melambaikan tangannya ke depan anak lelaki tersebut hingga anak itu tersadar dari lamunannya.
“Waa… maap ya, Nek!”
“Aah elu mah kebiasaan, ga jelas!”
“Mimpi siang bolong yee??”
“Ya udah, Nenek lanjutkan ya. Yang anteng semua,” ujar Nenek yang dikenal banyak orang karena mengemis sambil mendongeng berbagai cerita misteri di masa depan itu. “Oh iya, kalian jangan sekali-kali bersiul tengah malam ya, pamali! Apa lagi sambil nyebut-nyebut nama Gina…”
Nenek itu menarik nafas pelan-pelan, “Begini ceritanya…”
Di sebuah ruang gelap, seorang anak mengintip Ayahnya yang sibuk bekerja dihadapan lampu-lampu kecil redup. Ia memberanikan diri untuk mendekati Ayahnya, “Papa, malam ini nggak tidur lagi?” Ayahnya menoleh kebelakang, wajahnya tidak begitu terlihat. Ia meraih kepala anak itu lalu mengecup kening sang anak.
“Papa harus menyelesaikan kerjaan sebelum lusa, Gina,” bisik lelaki paruh baya itu ke anaknya yang mulai memasuki usia remaja, “Kamu tidur saja duluan, Papa mau test mengirim barang menggunakan alat ini.”
“Ini mesin waktu yang pernah Papa ceritain, ya?”
“Iya, Papa ingin meneruskan ide seseorang yang pernah diceritakan turun menurun oleh Kakek buyutnya Nenek buyut Papa. Katanya…”
“Ini berasal dari catatan tua yang ditinggalkan oleh seorang teman leluhur kita, iya kan?” Potong Gina dengan cepatnya, “P a p a sudah berkali-kali nyeritain Gina soal ini lho, sampe ha-fal.”
Ayahnya tertawa melihat aksi protes Gina.
“Yaa, biar Gina bias nerusin projek ini kedepannya dan bias lebih hebat dari Papa tentunya.”
“Iya Pah, iyaa… Gina tidur ya, biar terekam erat sampe ke mimpi,” ujar Gina.
Ia melangkah menuju kamar tidurnya, memakai jaket tebal dan mengambil lampu senter diatas meja belajarnya. Lalu ia berjalan menuju satu-satunya jendela di ruangan itu. Membukanya dan hoplaa, loncat lah ia keluar kamar. Gina memang tidak berencana untuk tidur, gadis muda itu mulai nakal.
Dari semak-semak kebun yang terletak sekitar 100 meter dari rumah Gina, Ia mengintip lagi. Menunggu sesuatu…
FIUUU FIUUU, terdengar suara siulan sumbang disusul suara pelan anak laki-laki memanggil, “Gina…”
“Wii… Gila lu beneran berani ngelanggar mitos,” bisik seorang yang lain disebelah anak laki-laki itu, anak perempuan.
“Halaa… itu cerita buyut lu jangan dibawa-bawa lah, hari gini jugak!” Protes si laki-laki itu tetap dengan suara rendah sambil menengok kebelakang, kearah si perempuan, “Lagian ini kode buat Gina kalo yang dateng itu… kita…”
Seorang gadis berdiri ditengah semak-semak, menunduk tanpa suara hingga rambut panjang lurusnya menutupi sebagian wajah yang tersorot lampu senter miliknya dari bawah. Gina.
“NJER!!” pekik si laki-laki tadi disusul dengan lengkingan suara, “WATDEPAK?!” dari yang perempuan, ia lebih kaget ngeliat wajah anak laki-laki itu. Gina ngikik mendesis sambil ngasih aba-aba untuk tidak berisik ke kedua temannya itu.
“MPRET GUA KIRA LU APAAN!! FAK!” si anak laki-laki protes namun berusaha tidak berteriak seperti sebelumnya.
“Yes keles, salah sendiri percaya takhayul,” sambut Gina merapihkan rambutnya yang acak-acakan karena tertawa hingga membungkuk tadi, “Yuk lanjoot…” tepuk Gina ke pundak laki-laki yang masih ngedumel itu, yang perempuan hanya bisa ngelus dada.
Mereka pun berjalan kearah sebuah tanah kosong yang diberi pagar tinggi. Di depannya ada tulisan “DILARANG MASUK”. Gina membuka pintu gerbang itu dengan menggunakan kunci tua yang ia ambil dari tempat kerja sang Ayah sehari sebelumnya. Karena alasan keselamatan, Ayahnya sudah lama tidak mengunjungi laboratorium tua yang mulai rapuh milik keluarganya yang berada di bawah tanah itu.
Konon masih ada beberapa bahan kimia dan benda-benda untuk penelitian yang belum dipindahkan karena alasan waktu yang tidak memadai. Anak-anak muda yang penasaran ini ingin merekam sebuah film dengan tema yang menunjang di lokasi yang tepat. Walau pada saat itu teknologi perfilman sudah luar biasa canggih, untuk amatir sekalipun, mereka berupaya mengambil gambar dengan kamera tua untuk membangkitkan cita rasa jaman dulu, katanya. Bahkan si teman perempuan Gina rela membuat model dan membawa-bawa lampu petromax yang sudah susah dicari itu. Ia membiarkannya menyala sepanjang jalan menuju tanah kosong.
Mulai dari tempat ini, mereka tidak banyak berbicara. Semua serius dan sedikit was-was karena tanda “Awas Bahaya!” ada dimana-mana. Gina sibuk membuka pintu menuju ruang bawah tanah yang hamper sejajar dengan tanah itu. “Duh, macet lagi…” kata Gina terpotong kelakuan kedua temannya yang berusaha mengintip ke salah satu jendela atap ruang bawah tanah yang terletak sedikit lebih jauh dari letak pintu berada, “WOY! Gila lu, bahaya! Daerah situ rapuh…”
“WHAAAAAAAAAA-!!” BRUAAK!!!
Belum selesai Gina berbicara, jatuhlah kedua temannya ke dalam laboratorium bawah tanah itu. “ASTAGA!” Jerit Gina, “Gaes! Gua ga bisa ke situ, kalian ga papa?!” Teriak Gina dari tempat yang aman ke arah tanah yang kini berlubang.
“Ga papa Giin, kita sempet pegangan tali tadi, tapi putus dan nyebur ke tong besar banget isi… minyak ini ya?”
Sesaat mendengar kata minyak, mata Gina terbelalak melihat lampu petromax milik temannya yang tertinggal dan mulai miring hingga kemudian tenggelam kedalam lubang. Kejadian singkat yang terasa begitu lambat, Gina teriak histeris. Ketika dentuman pertama mulai terdengar, kakinya sudah melaju jauh menuju gerbang. Dentuman ke dua dan ketiga menyusul, Gina berlari sekuat mungkin hingga terasa akan jatuh terguling kapan saja. Ia pun terperosok karena akar pohon besar menghalangi jalannya, dalam bisu Gina melihat Ayah dan seorang wanita tua yang tidak ia kenal berlari ke arah tanah kosong yang kini terang benderang itu. Jelas terlihat api menari-nari dari dalam tubuh bumi.
Dalam hatinya sakit, penuh rasa ketakutan Ia bahkan tidak tahu apa Ia sedang bernafas atau tidak. Bangkit dan melajutkan kengeriannya untuk segera berlindung ke suatu tempat yang sunyi, Gina masuk ke dalam ruang kerja Ayahnya. Ia merangkak menuju tabung kaca besar yang pintunya terbuka lebar. Meringkuk dan memeluk lutut didalam tabung itu, tanpa sengaja ia menginjak sebuah benda yang menyerupai remote TV. Gina menghilang membawa benda penting penelitian Ayahnya.
***
“…”
Semua terdiam menatap Nenek tua yang berhenti bercerita itu, “Menurut kalian, apa yang terjadi pada Gina?” Tanya Nenek itu.
“Pindah tempat… Ke masa depan?” Jawab seorang anak ragu-ragu.
“Yaa… bisa jadi, bisa jadi,” balas si Nenek, malas, “Udah nenek haus, mau beli minum dulu.”
Belum sempat pergi dari tempatnya, Nenek yang hanya memiliki tas baju, sebuah benda elektronik usang dan sebuah buku besar tebal yang sengaja ia tinggal sebentar di tempat itu diberi pertanyaan oleh seorang anak perempuan, “Itu alasannya ga boleh siul manggil nama Gina, supaya hal buruk tidak terjadi ya, Nek?”
Nenek itu mengangguk, Ia berbalik dan jalan menuju gang sempit dimana terdapat warung kecil di ujungnya. Sekejap ia melihat wajah seorang pria paruh baya dibalik dinding tabung kaca. Mereka berdua bingung. Ditengah kebingungan, pria paruh baya itu berkata dengan ekspresi takjub,
“OOH! Transfer benda ke masa lalu akan bertukar dengan hal lain dari masa lalu juga dan… random?!” Ia mengepal tangannya berusaha mengerti, “Padahal aku hanya mengirim sebuah boneka milik Gina yang sudah tidak ia sukai…! Tapi kenapa ada Nenek… ini?”
Nenek itu mulai menyadari situasinya, ia membuka tabung kaca itu dengan paksa dan berteriak,
“ANAK MU!! DALAM BAHAYA!”
Suara dentuman yang penuh ingatan akan kobaran api menakutkan itu terdengar lagi. Dentuman pertama.
a-a-aku bingung... :/
BalasHapushmmm... gua coba runut... Gina kelempar ke masa lalu, jadi Nenek2, ketemu bapaknya, yang ga tau Gina kelempar ke masa lalu, dia cuma ngerasa pernah ngirim bonekanya Gina ke masa lalu.. gitu bukan ya?
BalasHapushoooo... that makes sense. soalnya di awal gw kira itu setting nya di post apocalyptic future :))
BalasHapustrus kok si nenek tidak menyadari ia hidup di tempat dan waktu yg sama dengan ayahnya. fia kan sudah cukup besar sewaktu terlempar olrh mesin waktu.
terus ini mesin peninggalan leluhur?
Andhes eksperimental ya bo. Tapi membingungkan memang. Saran gw sih kasih ciri-ciri fisik, atau benda-benda unik ke karakter-karakter inti biar pembaca bisa pinpoint who's who. Gw juga bingung soalnya hahaha.
BalasHapusDari segi bercerita sih asik dan engaging, tapi sayang kalau pembaca susah nangkepnya. Gitu aja kalo dari tante