Rabu, 10 Februari 2016

[WARUNG] Communico

Namaku Erika, hobiku membaca. sekarang aku lagi di warung Mang Ence menikmati sisa tenaga yang terkuras karena seharian mengeluarkan daya, tenaga, dan konsentrasiku untuk urusan skripsiku. "Mang Ence, biasa, bubur kacang, Rotinya dua ya.." berserulah aku pada sang tuan warung si Mang Ence,  ga enak juga pikirku, dari tadi udah sekitar 10 menit aku duduk di warung kopinya, aku tak memesan apa pun. Adapun aku dari tadi hanya diam dengan tatapan tumpul ke saus bakwan, tanpa ada yang dipikirkan. Aku bahkan tak sadar, mang Ence sudah dari tadi menyodorkan minum Teh hangat untukku.

Bubur kacang pesenanku hadir, berbarengan ada tiga orang laki-laki yang juga datang ke warung mang Ence. kutebak mereka anak Seni Musik, analisisku berdasarkan pakaian mereka yang bergaya rock star, membawa bungkusan guitar atau bass aku ga tahu, dan gerak-gerik mereka yang seperti musisi. Mereka duduk dibangku yang sama denganku, membuat aku dan mereka duduk sejajar.

Aku kembali teringat nasibku tadi siang. Kesel karena dosen pembimbing yang seenaknya. Dialah awal dan dialah akhir, berkuasa penuh pada diriku kalau menyangkut bimbingan. kesal itu berkembang biak kala ku ingat wajah dia yang seakan moralis. Bagaimana tidak, janji dari pagi, eh si dosen baru datang jam 4 sore.Semua revisi BAB 2 ku diacak-acak lagi. Landasan teori yang kupakai tidak sesuai dengan objek penelitian, terlalu jauh katanya. padahal sudah aku masukan berbagai teori kemasyarakatan yang menurutku sesuai.

Akhir-akhir ini aku sering membaca buku textbook tentang sosiologi dan antropologi, Dipaksa situasi, karena urusan skripsiku. Karena hal itu aku sering terbawa suasana, sering melamun,  mengkonstruksi, meleburkan, merekonstruksi teori yang telah kubaca, mencoba mensublimasikan kedalam masalah skripsiku. Tetapi lamunanku malah memperparah keadaan, terus dipikirkan mendalam tanpa menemukan solusi.

Seperti saat ini, larutnya aku dalam lamunan membuatku tak sadar aku memukul-mukul meja warung. pelan sih, tapi itu cukup membuat tiga musisi sebelahku melihatku. Aku merasa tertekan dengan tatapan heran mereka, selain itu aku masih bisa melihat Mang Ence dari ujung sudut mataku, ia pun berona wajah sama dengan 3 orang musisi itu. Tiba-tiba kepalaku sakit seperti mengecil, lalu rasanya aku tersedot ke sebuah ruangan dikepalaku, ruangan yang gelap. samar-samar aku dengar percakapan beberapa anak kecil, awalnya tidak jelas, tapi semakin terdengar jelas mereka sedang membicarakanku. "si Erik suruh jilat tahi kotok euy!!". Aku bisa mendeteksi itu adalah suara seorang anak kecil, "cepetan!, kalau engga, ga bakal di ajakin maen lagi", disusul suara anak lain dan beberapa celetukan lagi.

Ruang gelap itu lama-lama menjadi remang. Kulihat siluet anak kecil disampingku, wajahnya menjual rasa kasihan, Dia bersiap untuk menangis melepaskan diri dari tekanan yang dirasakannya. aku mulai mengerti apa yang terjadi, suara-suara itu, anak kecil itu, yang ternyata itu diriku sendiri di waktu kecil. 

Aku pegang pundak anak kecil itu, mencoba memberinya ketenangan. dia menoleh dengan menampilkan wajah heran, "Erika, aku ambil alih kamu ya", aku berkata kepada anak itu. Cahaya putih memenuhiku setelahnya, membuatku seperti melesat dengan kecepatan super tinggi. "Boom", Tiba-tiba aku berhadapan dengan bocah-bocah teman-teman SD ku dulu. Situasinya telah kupahami, maka kumulai ceramahku pada bocah-bocah itu.

7 komentar:

  1. hahahahaha kereeen... jadi ini sekuelnya kisah Erika yang sebelumnya ya. Sakti juga Erika ya :D
    Mengingatkan pada film Being John Malkovich Ga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. heheheh iya salah satu inspirasi... suka banget film2 yang bermain2 sama waktu..

      Hapus
  2. Idenya kontinuitasnya bagus. Tapi gw gak melihat ada integritas gaya dari satu cerita ke cerita yang lain. Mungkin karena tidak diniatkan dari awal? Tapi kalau memang akhirnya diniatkan sambung menyambung, akan menyenangkan bila berpatokan pada satu gaya. Soalnya gw bingung, ini komedi, apa drama, thriller, atau sci-fi.. :D
    Ya begitu saja yang bisa saya sampaikan. Semoga berkenan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya.. ga dalam perhitungan main story, tema uy.. harus nyambungin main story yang udah ada, ke tema yang random.. sebagai pemula pisan, jadinya kebawa suasana, ga ajeg di 1 gaya.. my bad :((

      Hapus
    2. dude, don't be sorry for your work.. :D perbaiki kalau dirasa kurang, tapi jangan pernah minta maaf akan hasil karya sendiri yg dibuat dg tulus dan ikhlas. ahzg.

      Hapus
  3. IMO beda-beda gaya antar cerita gak apa sih, gak terlalu mengganggu, yang agak mengganggu itu buat gua adalah kalimat "Erika, aku ambil alih kamu ya". Apa ini berarti Erika sudah bisa ilmu kembali ke masa lalu sejak dulu? Kok sepertinya sudah terbiasa untuk mengambil alih tubuh lain (walaupun sebenernya tubuhnya sendiri juga). Just my IDR 269,2.

    BalasHapus
  4. Hahahah, menarik menarik. Kayaknya cuma yoga ya yang bikin ceritanya terus berhubungan. Eksperimen yang asik dan menantang sih kalo menurut gw. Sepertinya kalo lu begini terus (mencoba menghubungkan cerita ke cerita dengan tema yang dipilihin orang lain), lu akan terkejut sama ceritalu sendiri dan perkembangan karakter2nya nanti.

    Mulai agak terlihat perkembangan lu ga. Selalu ingat 'show dont tell' aja dulu pertama. Prinsip itu kyknya akan membantu lu banget ke depannya memoles cerita-ceritalu. Kayak 'pakaian bergaya rock star' itu perlu dijembrengi lagi. Karena ga semua pembaca punya bayangan yang sama mengenai gaya 'rock star'.

    Gw harap 3 musisi ini punya signifikansi ke cerita-cerita Erika selanjutnya (kalau mau dilanjutkan), karena di cerita ini, secara cerpen mandiri, mereka seperti ga berguna ada dalam cerita. Perkenalkan karakter dan hal-hal yang memang bisa memajukan plot. Kalau ga ada gunanya, buang aja.

    Gicyu bow

    BalasHapus