Senin, 01 Februari 2016

[HUJAN] Kejutan

Satu tahun. Selama itu lah Andaru tidak memberiku kabar tentang dirinya yang sedang menyelesaikan pendidikan Magisternya di Jerman sana. Semua media sosialnya tidak pernah aktif, begitu pula dengan email dan fasilitas chatting lainnya. Tidak ada yang pernah dia balas atau bahkan dibaca sekalipun. 

Satu tahun. Aku tidak pernah tau apakah dia masih hidup? Apakah dia sedang sakit? Apakah dia sudah memiliki kekasih lain? Ah entahlah.

Tapi tiba-tiba aku mendapat sebuah pesan singkat atas nama Andaru.

Laras, aku sudah di Bandung. Aku akan menunggu kamu sore ini di taman tempat kita pertama kali bertemu. Kamu harus datang ya. Ada banyak hal yang harus aku jelaskan, bukan?  -Andaru

Setelah memastikan berkali-kali bahwa itu bukan sms iseng, aku pun memutuskan untuk menemuinya. Dia benar, ada banyak hal yang harus dia jelaskan. Tentang mengapa dia menghilang tanpa kabar selama satu tahun, tentang bagaimana keadaannya saat ini, tentang pesan-pesan yang aku kirimkan tapi tidak pernah ia balas. Banyak.

Aku duduk di sebuah bangku taman menunggu kedatangan Andaru. Awan begitu kelabu, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Tapi Andaru belum juga datang.

“Maaf ya lama.” Tiba-tiba sosok laki-laki dengan tubuh yang tegap berdiri di hadapanku. Laki-laki itu tersenyum, menampakkan kedua lesung pipi yang dalam. Matanya yang coklat terang memancarkan sebuah kerinduan yang terpendam. Saat itu angin bertiup sedikit kencang, membuat aku ingin menghamburkan diri ke dalam dadanya yang bidang untuk mendapatkan sebuah kehangatan. Tapi itu tidak mungkin aku lakukan sekarang.

Tanpa permisi, dia duduk di sampingku. Setelah berbasa-basi menanyakan kabar dan pertanyaan remeh lainnya, aku mulai melontarkan beberapa pertanyaan untuk mendapatkan penjelasan darinya. Dengan tenang Andaru menjeaskan semuanya satu-persatu. Aku tidak tahu apakah aku bisa menerima semua penjelasan itu atau tidak. Jujur saja, dengan mengetahui bahwa Andaru masih hidup saja aku sudah tenang dan bahagia.

Gerimis mulai turun, aku mengajak Andaru untuk mencari tempat berteduh agar tidak kebasahan. Tapi ketika aku beranjak dari bangku taman itu, ia menahanku.

“Sebentar Ras. Aku punya kejutan” Katanya kembali tersenyum. Ia kemudian merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah. Perlahan ia membuka kotak kecil itu. Tampak sebuah cincin dengan sebuah permata keci berkilau di hadapanku. “Will you marry me?

Aku menutup mulut dengan kedua tanganku. Air mata meleleh dari kedua sudut mataku. Ketika itu hujan turun semakin deras, membuat tubuhku kuyup, membasahi sebuah cincin yang sudah lebih dulu tersemat di jari manisku. 

10 komentar:

  1. Manis kaya sesendok eskrim dairy quen nutella.
    Tapi sayangnya cuma sesendok. Jadi berasa kurang gitu.

    Mungkin karena pembaca blm mengenal Andaru dan si Aku dengan baik. Aku itu siapa? Kenapa bisa berima Andaru?

    Akan menyenangkan kalo ternyata si Aku nolak karena selama setahun ini dia udah move on. Atau bahkan ketika Andadu nyerahin cincin dan ternyata buat orang lain.

    BalasHapus
  2. Kayanya inti ceritanya itu si Andaru telat Fir. Coba baca kalimat terakhirnya deh

    BalasHapus
  3. Jadi kenapa Andaru ga ngasih kabar selama satu tahun ??
    Penasaran sama bagian itu :(

    BalasHapus
  4. how could you, Andaru's girlfriend? :(

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. hal yang mau saya komeng, cerita ini fiksi menurut saya, full fiksi, bener-bener full fiksi, tidak dikaitkan dengan keharusan dengan curhat empiris penulis, atau situasi yang sedang dialami, atau , ah sudah gitu aja :((

    BalasHapus
  7. Kalo kata gw, lebih baik lu mulai ceritanya ketika mereka sudah di tempat janjian ketemu. Ceritanya sekarang jadi memiliki 2 setting: ketika narator dapet SMS dan ketika mereka bertemu. Agak kurang efektif si setting pertama karena seluruh emosi yang penting terjadi di setting kedua. Detail ketika dia dapet SMS bisa lu tabur-tabur ketika di setting kedua.

    Show, don't tell. Kalo misalnya lu fokus di setting kedua, lu bisa pake cara om Ari di cerita [HUJAN] dia. Menggunakan apa yang diamati si narator di sekeliling dia ketika sedang menunggu si Andaru dan memakainya sebagai refleksi keadaan hati dia. Ini bisa membantu pembaca mengenal si narator lebih jauh dan lebih bisa bersimpati dengan dia. Orang yang sedang senang dan orang yang sedang sedih akan punya pengalaman/perasaan berbeda ketika sedang mengamati keadaan yang sama. Akan lebih menarik kalo lu coba belajar masuk ke kepala si narator dan meletakkan dirilu di settingnya.

    Terus bagian2 seperti ini: "Setelah memastikan berkali-kali bahwa itu bukan sms iseng, ..." dan "Setelah berbasa-basi menanyakan kabar dan pertanyaan remeh lainnya, aku mulai melontarkan beberapa pertanyaan untuk mendapatkan penjelasan darinya. Dengan tenang Andaru menjeaskan semuanya satu-persatu." adalah contoh telling, not showing. Usahakan menghindari hal-hal deskriptif seperti ini. Bawa pembaca ikut mengalami kejadiannya. Cara dia memastikan itu bukan sms iseng itu bagaimana? Lalu mereka berbasa-basi tentang apa? Penjelasan yang diminta oleh narator itu apa aja? Kalo lu bisa jembrengin obrolannya, kita kan bisa lebih merasakan karakter mereka, lalu apa aja yang udah dua orang ini alami, dan ultimately, betapa tragisnya keadaan mereka sekarang. Efeknya akan lebih kuat. Sekarang, kejadian ini diceritakan bak laporan peliput aja, yang ga terlibat secara emosional. Dingin gitu, tapi not in a good way.

    Gitu aja kalo dari aku. Latihan lagi yaaa <3

    BalasHapus