Minggu, 07 Februari 2016

[WARUNG] Puputan


Sang Raja duduk di singgasana dengan tenang. Seorang prajurit tergopoh-gopoh mendekatinya. "Yang Mulia, sebaiknya Yang Mulia mulai mengungsi, mereka sudah sam-.." kalimatnya tak sempat selesai.. mulutnya memuntahkan darah alih-alih mengeluarkan suara. Seragam putihnya mulai memerah dan ia terjerembab, tombak seperti pohon bambu yang tumbuh dari punggungnya.

"Yang Mulia.. " kepala yang tertutup baju zirah hitam itu sedikit menunduk. Tangan yang tadinya memegang tombak kini membebaskan pedang dari sarungnya.".. apa Yang Mulia punya kata-kata terakhir?" Kuda tunggangannya yang juga hitam legam meringkik.

Perang ini tidak berlangsung begitu lama, dan di dalam waktu itu, kedua belah pihak habis-habisan berusaha meraih kemenangan. Habis-habisan, kata yang tepat pula untuk menggambarkan kondisi keduanya saat ini. Hari berakhirnya perang ini akan diperingati dengan mengheningkan cipta dan bukan perayaan atau festival, siapapun yang memenangkannya.

Jubah putih yang dikenakan sang Raja tidak bisa menyembunyikan kebengisan wajahnya. Wajah yang tak ragu mengorbankan Ratunya sendiri. "Menara-menara perangku sudah mengepung posisi Rajamu.. " senyum sinis itu bahkan dapat terdengar dari suaranya, ".. ia dan Ratumu akan mati bahkan sebelum kau ambil kepalaku.. atau kau bisa kembali ke sana sekarang dan menyelamatkan mereka. Kau tahu ini benar, kau sudah lihat sendiri tanda-tandanya."

Sosok berkuda itu tergeming. Bilah pedang terhenti, masih tersarung seperempatnya. Di balik pelindung wajah setetes keringat menuruni pelipisnya. Keheningan mulai mencekik lehernya.

"Bagaimana ksatria hitam? Ambil keputusanmu!" suara sang Raja yang menggema bagai petir yang membangunkan sang ksatria. Disarungkannya kembali pedangnya, ditariknya tali kekang kudanya. Satu tolehan terakhir ke arah sang Raja memperlihatkan senyum kemenangan dari wajah bengis itu. Amarah menggelegak, tapi Raja dan Ratunya lebih membutuhkan sang ksatria saat ini. Ia memacu kudanya.

Masih terdengar derap langkah kuda sang ksatria menjauh saat satu sosok muncul dari balik singgasana sang Raja. "Yang Mulia, menara-menara perang Anda tidak terposisikan dengan baik. Bahkan satu prajurit dari pihak lawan bisa mematahkan serangan ini."

Sang Raja putih berkata, "Tapi dia tidak tahu soal itu," senyumnya masih mewarnai suaranya. "Dan kini menteriku, setelah dia pergi, jalanmu terbuka lebar untuk mengunci langkah mereka semua."

Sang Menteri menunduk dan mengundurkan diri dari hadapan junjungannya. Sang Raja mengeluarkan suara, hampir berbisik,"Shah maut. matilah Sang Raja."

-----

"Skak mat!! Hahahahaha!! " Cak Somad tertawa gembira. Mang Udin, Koh Ayung, Mpok Sarti, Teh Dewi, beberapa supir dan pengendara ojek yang sudah jadi langganan di warung itu berdecak kagum, beberapa dari mereka menggeleng-gelengkan kepala. Bang Tagor bersungut-sungut, dia sudah kalah dua kali. Pertandingan catur antara Tagor dan Somad di warung kecil di terminal ini memang sudah terkenal seru, pemenangnya sulit diduga. Karena itulah banyak yang memasang taruhan.

"Hampir kamu menang Gor!" Kata Somad, kata-kata tanpa niat buruk yang tetap saja menjadi cuka di atas luka kekalahan Tagor. "Kalau saja kudamu gak mundur dan kau hadang bentengku dengan pion ini.." kata Somad sambil mengangkat sebuah pion hitam dari atas papan, "rajaku pasti sudah mampus!"

"Iya, iya, banyak cakap kali kau!" Tagor membalas. Mereka berdua tertawa, tanpa sakit hati. Masih banyak peperangan lain untuk dimenangkan. Peperangan kali ini selesai, dan sekarang saatnya Raja dan Ratu masuk ke kotak yang sama dengan para pion.

7 komentar:

  1. Idenya keren. Tapi gw kurang sreg ama bagian perangnya yg terasa sureal. Jadi baru di beberapa paragraf sudah ketebak ini cuma dramatisasi catur. I wanted blood, gore, and mayhem! :D Jadi pas adegan warung muncul, kerasa banget plot twistnya. Demikianlah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waktu nulis ini sebetulnya gua agak ragu untuk bagian dunia caturnya. Pilihannya ada dua:
      1. Dibikin vague/ gak detil supaya ketika di-reveal bahwa ini catur orang bisa bilang "ooh iya ya, dari tadi di atas juga semua kata2nya bisa aja dipake untuk menggambarkan konstelasi di atas papan catur."
      2.full-blown pake deskripsi perang (atau tadinya: dunia korporat), 'dimensi' dunia papan catur dan 'dimensi' dunia warung emang dibikin distinctive / jelas berbeda.

      Gua akhirnya pilih pilihan kedua, tapi masih ragu2 soal pilihan pertama, dan kayanya keragu-raguan itu yang kebaca sama lo ya? Hahaha

      Anyway, thanks for the comment broh

      Hapus
  2. ga sependapat sama om ari, gw malah ketipu... zzzzzzz..... mungkin karena aku ga licik kaya om ari... atau karna agus orang nya visual.. yang awal dilihat adalah gambar dulu.. dan udah kejebak sama itu, walau diawal inget dan nanya diri sendiri, warung nya mana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, mulai nyadar itu cuma permainan catur pas paragraf berapa Ga? Thanks sudah menyempatkan membaca :)

      Hapus
  3. Bagus mas, mas mulai langsung ke sebuah peristiwa yang genting. Kalau menurut gw sih ga masalah dibuat labur atau ngga si caturnya, karena pembaca kan beda-beda, ada yang langsung ngeuh ada yang ngga. Tapi, aku lebih setuju sama Omari: mendingan adegan itu full blown dunia nyata aja, karena mas udah berhasil ngasih karakter-karakter di bagian pertama itu nyawa. Mereka punya emosi. Sayang aja kalo ga disekalianin aja jadi adegan sungguhan di ... mana ya ini?

    Nah, kalo mau di full blown, mas kurang sedikit establishing latar tempatnya. Aku harus agak menebak-nebak ini kerajaan tipe apa: di awal aku pikir ini setting tradisi Jawa, pas ke tengah lihat gambar trebuchet, oh eropa. Tapi di ceritanya sendiri ga ada establishment. Emang ga seperlu itu sebenernya, ga ada harus, hahaha. Tapi kayaknya lebih asik kalo dunia di bagian pertama di edankan establishmentnya untuk kemudian diluluhlantahkan di bagian kedua.

    Gudjab!

    BalasHapus
    Balasan
    1. thanks Yor! Iya, ini karena ragu-ragu di awalnya sih, jadi kurang puol pas bagian pertamanya. Kerajaannya emang sengaja dibikin ambigu, makanya foto si raja itu dicopot juga, biar gak kebayang kerajaan eropa. Tapi walaupun kerajaannya ambigu, brutal2nya mustinya tetep bisa dieksplor sih, yang mana tidak gua lakukan karena ragu-ragu itu.. hahaha

      thanks inputnya Yor.

      Hapus
    2. btw itu bukan trebuchet, tapi siege tower, di cerita gua terjemahkan jadi menara perang.

      Hapus