Senin, 15 Februari 2016

[WARUNG] Sudut Kota



Sudut Kota


Teriknya sinar matahari mulai membakar kulit gadis bertubuh mungil yang berdiri lemah di depan sebuah toko di pasar. Barang-barang belanjaan miliknya tergeletak di samping kakinya, sementara ia sibuk mengipas-ngipaskan sebuah potongan kardus ke badannya. Setelah setengah jam ia menunggu akhirnya yang ditunggu pun datang.
“Maaf menunggu lama Seruni, kamu kepanasan ya? Ini ibu belikan minuman buat kamu”, Kata si Ibu sambil menyodorkan minuman botol.
“Terima kasih bu”, ujar Seruni dengan senang hati mengambil minuman dari tangan ibunya.
Wanita yang dipanggil ibu ini sebenarnya bukan ibu kandung Seruni. Wanita berumur sekitar awal 50-an ini adalah ibu angkatnya. Sejak kedatangan Seruni ke kota ini, ia tidak punya sanak-saudara. Teman dari kampung ada tapi belum pernah bertemu. Sampai pada suatu hari ia mengalami musibah yang masih melekat diingatannya.

***

“Kamu tidak apa-apa? Kepala kamu terbentur keras sekali”, tanya seorang laki-laki yang baru saja membantunya bangkit berdiri.
“Ti..tidak apa-apa koh, saya baik-baik saja, terima kasih sudah menolong saya”, ujar Seruni sambil memegangi kepalanya yang berdenyut.
Pertama kali sampai di kota, Seruni hanya punya nomor telepon salah satu teman sekampungnya yang mengajaknya untuk merantau ke kota. Temannya yang bernama Weni, mengajak dengan mengiming-imingkan kesenangan dan uang yang bisa didapat di kota besar dari pada di kampungnya yang udik itu. Karena keinginan Seruni untuk mengenyam bangku kuliah dan untuk menghindari tawaran serta paksaan menikah dari orang tua serta saudaranya, ia pun memutuskan untuk merantau. Tidak banyak yang ia bawa, hanya pakaian dan sedikit uang. Namun ketika sampai di kota dan baru saja sampai di sebuah halte, tas nya malah dijambret dan ia pun terbanting telentang sebelum seseorang pemuda bermata kecil itu datang menolongnya.
                Semenjak kejadian itu, Seruni belum berhasil menghubungi Weni. Tas dan dompetnya raib. Hp butut pemberian ayahnya serta nomor yang bisa ia hubungi pun tidak ada lagi. Beruntung ia berjumpa pemuda berwajah oriental itu. Pemuda itu menawarkan Seruni untuk tinggal bersama ia dan ibunya. Seruni kemudian mengetahui jika ibunya itu adalah janda dari seorang lelaki tionghoa. Hidup berdua dengan anak laki-laki satu-satunya yang bekerja di salah satu gedung perkantoran di kota itu. Keseharian ibunya adalah berjualan seorang diri ketika si pemuda itu bekerja. Seruni pun setuju untuk tinggal dan membantu, karena pada saat itu tidak banyak yang bisa ia lakukan kecuali menunggu untuk berjumpa dengan Weni. Sejak ia tinggal bersama mereka, Seruni sudah dianggap seperti keluarga. Seruni pun bekerja membantu ibu angkatnya yang baik hati itu di warung. Bukan warung yang besar, hanya satu kios kecil di salah satu sudut kota yang menjual aneka sembako dan kue-kue kecil. Namun begitupun Seruni bersyukur. Kalau tidak berjumpa dengan Kakak angkatnya itu mungkin dia sudah luntang-lantung dan menjadi gembel. Keluarga di kampung sudah diberitahu tentang keadaan Seruni. Namun saat ini ia masih terus berharap jika suatu saat bertemu dengan Weni yang sebenarnya sudah berhasil dihubungi namun tidak kunjung datang menemuinya.

***         

Hari semakin siang, Seruni dan ibu angkatnya turun dari angkutan kota. Warung mereka di pinggir jalan itu belum buka. Tapi sudah ada seseorang yang menunggu di depannya
“Jalanan macet sekali ya? Hari libur ini aku mau bantu kalian jualan”, ujar kakak angkatnya sambil tersenyum.
Seruni tidak tahu apa yang ia rasakan, salah atau tidak. Tapi pemuda ini yang sudah mengisi hari-harinya di kota ini. Pemuda yang sangat menyayangi ibunya. Pemuda yang berbakti dan bercita-cita membahagiakan ibu yang sudah berjuang membesarkan anaknya seorang diri. Pemuda yang sudah baik sekali dengan Seruni. Kakaknya yang satu ini memang selalu menguasai pikirannya. Bahkan Seruni pun seringkali tidak bisa mengontrol ekpresi dan gerak-geriknya ketika berhadapan dengan kakak angkatnya ini.
                “Oh, ada apa dengan pikiranku! Aku tidak pantas berpikiran begitu. Aku sudah dianggap sebagai keluarga!”, jerit Seruni dalam hati berusaha melepaskan pikiran dan perasaan yang sedang tumbuh di dalam dirinya. Seruni berharap kalau suatu saat dia bertemu jodohnya, dia mau yang seperti kakaknya ini, tapi itu nanti-nanti saja. Seperti tujuan awalnya, datang ke kota untuk mencari uang dan kalau ada rezeki ia ingin sekolah lagi. Dia sadar betul kalau perjalanannya di kota ini masih panjang. Jadi lebih baik jangan banyak bertingkah dan berjuang saja.

1 komentar:

  1. Info dump galore!! Sebenernya memang info dump agak diperbolehkan dalam cerita pendek, karena kita hanya punya wadah sedikit untuk menyampaikan sebuah cerita. Tapi tetep, info dump berlebihan seperti ini menyabotase ceritalu sendiri. Lu bermaksud memberi konteks pada pembaca dengan ngasih latar belakang berparagraf-paragraf, tapi yang akan terjadi adalah pembaca tidak akan peduli. Kalau kita belum memberi alasan kenapa pembaca harus peduli pada karakternya, cerita latar sebanyak apapun tidak akan menghook pembaca.

    Selalu mulai dari karakter, dalam sebuah keadaan yang menarik pembaca. Info mengenai dia yatim piatu, dan cinta terlarangnya bisa dijalin dalam pemikiran si karakter, dalam aksinya. Cerita ini gagal total bo. Buang-buang kata-kata, dan pembaca akan melewatinya. PASTI DI SKIP. PASTI. Saat pembaca disuruh berhenti dulu dari sebuah aksi untuk duduk dulu dikuliahi dengan latar belakang, pembaca akan pergi. PASTI.

    Selalu ingat, tanamkan dalam hati dan pikiran, camkan: kalau ceritalu butuh info dump (info banyak untuk memberi konteks), cari cara biar info itu bisa disebarkan sepanjang cerita, melalui kejadian-kejadian, metafora-metafora sensasi eksternal karakter, perasaan dan pemikiran internal karakter, aksi si karakter. Lu udah melakukannya dengan baik waktu tema hujan, tapi kenapa di sini balik lagi? Lu hanya melaporkan fakta-fakta, bukan menyampaikan cerita. Ga ada karakter, ga ada emosi.

    Jatuh cinta pada orang yang secara moralitas umum tidak pantas adalah cerita yang seharusnya bisa membangkitkan emosi yang rumit (believe me, I know...). Ada impact sosial, agama, moralitas, yang kalau lu mau ulik, bisa membuat ceritanya sangat emosional, tapi di sini gw ga ngerasa apa-apa. Gw ngerasa si karakter jauh banget dari gw. Gw ga kenal dia secara pribadi. Efeknya, gw ga peduli akhirnya sama masalah dia, dan itu berarti ceritanya ga berhasil menyampaikan apa yang lu mau sampaikan.

    Latihan lagi ya Cit. Hindari info dump. Show dont tell. Show dont tell.

    BalasHapus