Minggu, 28 Februari 2016

[LANGUT] Jeremy Kyle Show



Jeremy seringkali ingin memukuli tamu-tamunya.

Setiap episode adalah baru, dan dia tidak bisa hanya mengandalkan pengalamannya. Mungkin dia punya insting, tapi semakin dia bertemu dengan sekian banyak manusia, dia makin ragu akan penilaiannya sendiri. Waktu dia memulai acara ini sepuluh tahun lalu, susunan laci mentalnya masih lebih sederhana: laci pekerjaan, laci istrinya Sarah, laci putri-putrinya Beth dan Anne.

“Beth ulang tahun hari ini,” ujar Wally asistennya dalam sela-sela gemuruh sepatu para kru yang berjalan bersamanya di koridor dari belakang panggung menuju ke panggung, “seperti biasa saja?”
Seperti biasa? Jeremy lupa seperti apa itu ‘biasa’ dalam ulang tahun Beth. Berapa umur Beth sekarang? Enam belas? Tujuh belas? Laci untuk Beth kecil sudah terkunci. Beth mungkin sudah pindah ke laci lebih besar. Tapi bagaimana mengaksesnya, hanya Tuhan yang tahu. “Dia berapa sekarang?”

“Tujuh belas.”

“Makan malam. Di Olive Garden.”

“Serius?”

Sebenarnya serius, “tidak, tolong carikan restoran fine dining yang paling ... hits sekarang. Dia sepertinya harus mulai belajar makan dengan benar. Ibunya...” mungkin harus berhenti sampai di situ. Wally menggumamkan nama restoran yang tidak dia kenal. Jeremy melotot dan mengangkat bahunya sebagai jawaban. Semoga Wally mengerti.

Kelompok itu berpencar sesampainya mereka di pintu yang langsung mengarah ke panggung. Semuanya berlari meninggalkan dia. Laci Sarah dia tutup, laci Beth dan Anne dia tutup. Sekarang lemari pekerjaan, dengan ratusan laci-laci yang terus bertambah setiap tahun, dia buka. Tadinya pekerjaan hanya mengisi sebuah laci, sekarang sudah menjadi lemari yang berisi laci-laci. Dia menarik nafasnya dan menghembuskannya pelan-pelan. Lampu biru dan merah yang dimulai dari pintu itu dan terus mengular ke panggung hanya bertugas sebagai hiasan. Koridor sesudah ini adalah koridor yang sama selama sepuluh tahun, dengan skema warna yang sama. Tidak menerangi, hanya menambah ribut pemandangan. Tim desain interiornya akan dia marahi nanti, desainnya terlalu tua.

Suara produser bergema di pengeras suara, “on air dalam tiga! Dua! Satu!” Musik tema bergema, dan kaki Jeremy melenggang dengan langkah lebar-lebar otomatis masuk ke dalam panggung.  Melewati koridor, melewati Steve dan Adam, para penjaga keamanan. Melewati siapa namanya itu, produser belakang panggung, dan akhirnya panggung berisi dua sofa marun dan lautan penonton yang bertepuk tangan sesuai aba-aba muncul dalam pandangannya. Sungguh familiar. Nyaman. Dia tersenyum lebar, menyalami beberapa penonton yang duduk di depan, mengucapkan hal-hal yang familiar: “Halo,” “Apa kabar.”

Setelah musik pembuka fade out, dia langsung menghadapkan dirinya ke kamera 2, “Halo, selamat datang lagi di Jeremy Kyle Show. Dimana anda bisa menyaksikan konflik dan resolusinya! Hari ini kita akan menyaksikan bagaimana seorang wanita yang berpacaran selama tujuh tahun,” berhenti demi efek, “meragukan kesetiaan pacarnya. Dia curiga bahwa pacarnya bersetubuh dengan wanita lain selain dia, sementara dia berjuang sendirian membesarkan anak mereka. Beri tepuk tangan meriah, Chelsea di Jeremy Kyle Show!” tepuk tangan bergemuruh lagi, musik tema menggema, dan tamu pertama hari ini masuk. 

Wanita yang cantik, atasan bunga-bunga dan bawahan jins ketat ungu. Jeremy tidak terkejut lagi akan bagaimana wanita secantik ini bisa terjebak dengan laki-laki yang tidak menghormati mereka. Atau bisa jadi semuanya bohong. Laci wanita tersakiti dibuka, juga laci wanita pembohong.

Laci laki-laki tersakiti juga dibuka, siapa tahu pacarnya yang sebenarnya korban, walau tidak ada salahnya laci laki-laki pembohong juga terbuka.

Tangan Chelsea dingin. Wajahnya adalah campuran sedih dan marah. Murka. Mungkin seluruh darahnya naik ke kepalanya. Dia terlihat cantik dalam keadaan seperti itu. “Halo Chelsea, selamat datang ke Jeremy Kyle Show,” Jeremy mengayunkan tangan kirinya yang tidak sedang menyalami Chelsea ke salah satu sofa di tengah panggung.

“Terimakasih,” jawab Chelsea dalam suara alto yang agak serak. Seperti suara perokok.

Laci Anne tiba-tiba terbuka. Itu bukan rokokku, ayah. Andy menitipkannya padaku!

Jeremy merapikan ujung-ujung jaket jas abu-abunya setelah duduk di sofa sebelah Chelsea, “jadi, anda sudah berapa lama berhubungan dengan Mark?”

“Tujuh tahun,” bibirnya dibalur lipstik nude dan dilapis lipbalm. Menegang ke arah dalam, menahan ledakan yang mungkin akan terjadi nanti. Laci Anne ditutup, laci wanita murka terbuka, laci Sarah juga. Mata mereka sama sekarang. Terang, tapi hanya di luar.

On and off?

“Ya.”

“Anda mengatakan pada tim kami bahwa anda tidak mempercayai Mark. Anda bilang bahwa selama kalian putus dan nyambung, Mark punya beberapa affair.”

“Ya, dia mengaku mencium lima perempuan...”

“...dan anda juga tidur dengan beberapa...”

“Ya, saat kami sedang putus. Ini sudah saya akui ke Mark.”

“OK. Kenapa anda masih ingin bersama dengan dia? Maaf kalau saya harus berterus terang, tapi kalian berdua terus menerus putus dan kembali lagi, dan di tengah kehidupan kalian, selalu ada orang-orang lain yang membuat kalian makin tidak mempercayai satu dengan yang lain.”

“Saya tidak ingin anak saya tidak memiliki ayah.”

Penonton bersamaan melantunkan “ooooh....,” saat layar di belakang sofa menunjukkan  seorang balita laki-laki. Dengan overall belang belang biru dan kuning. Lebah kecil yang pirang. Anne dan Beth dulu selalu ingin jadi Elsa dan Anna.

“Oh, lihat dia!” seru Jeremy, “lebah kecil!” putra Chelsea dan Mark tertawa lebar-lebar. Graham di belakangnya memainkan boneka beruang di depan anak itu.

Walau sekejap, seluruh tampilan Chelsea berubah. Wajahnya jadi jauh lebih hangat, dan matanya berkilat dengan kebahagiaan. Senyum hampir muncul, tapi kemudian hilang lagi. Dia kembali menjadi Sarah. Sarah yang seluruh kebahagiaannya seperti diserap habis, hanya tersisa kemarahan, ketidakpuasan, dan kekecewaan. Jeremy sesaat merasa tidak berdaya. Apa yang dia lakukan sekarang? Hidup seakan tidak bisa diperbaiki. Hanya lingkaran berulang yang makin tidak bisa dipahami, dengan beberapa titik kebahagiaan yang tidak abadi. Apa yang dia lakukan sekarang? Untuk apa? Sarah pergi. Anne dingin. Beth membencinya.

“Baik. Mari kita kembali ke kenapa anda di sini, “ laci keluarganya dia tutup dengan panik. Fokus, Jeremy, “maafkan saya kalau saya perlu jujur. Tapi jika kalian tidak lagi percaya satu dengan yang lain, hubungan ini tidak ada pointnya.”

“Saya mengerti, Jeremy,” sambar Chelsea, “saya masih ingin Mark jadi ayah. Tapi kalau saya masih tidak percaya dengan apa yang dia akui selama ini ...”

“...anda ingin kejelasan dan alasan untuk percaya pada dia lagi?”

“Tepat.”

Jeremy beranjak dari sofanya, “Baiklah! Kita tidak akan buang-buang waktu lagi. Mark di Jeremy Kyle Show!”

Musik kembali bergema saat seorang pria muncul dari pintu di sisi lain dari pintu tempat Chelsea keluar tadi. Pintu yang sama dengan yang Jeremy gunakan saat memasuki panggung. Dia hanya mengenakan kaos merah dan celana kargo. Tinggi, cepak dan wajahnya nakal. Laci pria penipu. Matanya menarik. Dia duduk di sofa yang tadi diduduki Jeremy dan langsung menggenggam tangan Chelsea. Terlepas dari betapa marahnya Chelsea, dia tidak menolak genggaman Mark. Kalau mereka masih saling mencintai, kenapa mereka di acara ini? Apakah kejujuran sebegitu pentingnya dalam hubungan? Saat Jeremy jujur ke Sarah mengenai affairnya yang saat itu sudah berakhir, Sarah hanya menampilkan kemarahan. Dia adalah Sarah si Pemarah, sampai detik ini, mungkin untuk sampai selama-lamanya.

“Baik, kita langsung saja,” pungkas Jeremy sambil menutup laci Sarah, “anda dan Chelsea sudah menjalin hubungan selama tujuh tahun, saat putus anda memiliki hubungan dengan wanita lain, demikian juga dengan Chelsea,” mereka berdua manggut-manggut dan mengucapkan ‘ya, yap’ di sela-selanya, “anda bersedia mengikuti acara ini karena andapun tidak terlalu percaya dengan Chelsea?”

“Entahlah, Jeremy ...” suaranya berat, “dia juga punya masa lalu, dan saya tidak yakin bahwa dia seperti saya meletakkan seluruh kartunya di atas meja...”

“Kamu juga tidak...” suara alto Chelsea menyambar.

“Anda sangat marah ya?” Jeremy berkata pada Chelsea. Chelsea mengangguk, matanya menyala tapi bukan ke padanya. Ke penonton? Jeremy tahu dia tidak sedang melihat apa-apa, dia hanya melihat ke sebuah ruang kosong di mana dulu seluruh kebahagiaanya berada. Awal dia bertemu Mark, momen-momen menyenangkan bersama Mark, momen-momen yang sekarang rasanya jauh dan tidak bisa diraih lagi. Oh, saat kamu sibuk mengurusi hubungan-hubungan orang lain di televisi nasional, kamu juga tidak lebih baik, Jeremy! Siapa dia? Apakah aku kenal? Apa kamu tidak memikirkan Beth? Anne? Kamu pikir kamu siapa, Jeremy? “Lihat dia,” perintah Jeremy pada Mark, lalu kembali pada Chelsea, “beritahu dia perasaanmu. Berbicaralah satu dengan yang lain.”

“Oh dia tahu...” Chelsea merangkum.

Kembali ke Mark, “kalau ternyata Chelsea gagal pada tes ini, apa yang akan anda lakukan? Apa kalian masih mau mengusahakan hubungan ini?”

“A... aku tidak tahu, Jeremy...”

Lalu ke Chelsea, “kalau Mark gagal tes ini...”

“Kita selesai. Dia tidak boleh menemui anaknya lagi.”

Tangan mereka masih menggenggam erat. Mereka berdua nampak masih menyimpan harapan bahwa terlepas dari kenyataan-kenyataan masa lalu mereka, genggaman itu adalah yang terpenting. Mampukah sepasang kekasih hanya memikirkan itu? Bahwa genggaman tangan adalah segala yang mereka inginkan pada dasarnya?

“Kita langsung saja ke bagian penting, hasil tes deteksi kebohongan,” produser lain yang Jeremy tak ingat namanya berlari dan menyerahkan kartu hasil tes, “Chelsea dahulu... Pertanyaan pertama,” Jeremy membaca kartunya, “sejak memulai hubungan dengan Mark, selain dari affair  yang anda akui, apakah anda pernah mencium pria lain dengan bergairah?” Wajah Chelsea tidak berubah, tapi kepalanya mendongak. Dia jelas memegang kendali dalam hubungan ini. Dia lebih superior, seperti Sarah, “anda bilang tidak. Kenapa anda bilang tidak?”

“Karena itu yang sebenarnya, “ jawabnya.

“Dia mengatakan yang sesungguhnya!” Penonton bertepuk tangan, “pertanyaan kedua. Sejak memulai hubungan dengan Mark, selain dari affair yang anda akui, apakah anda pernah memiliki kontak seksual dengan pria lain? Anda bilang tidak. Kenapa anda bilang tidak?”

“Karena itu yang sebenarnya,” pungkas Chelsea.

“Dia mengatakan yang sesungguhnya!” Penonton bertepuk tangan dan bersorak, “pertanyaan ketiga,” laci wanita pembohong ditutup, “sejak memulai hubungan dengan Mark, selain dari affair yang anda akui, apakah anda pernah berhubungan seks... ah sudahlah, Chelsea full house! Dia lolos untuk semua pertanyaan!” Tepuk tangan dan sorak sorai semakin riuh rendah. Chelsea melepas genggamannya dari tangan Mark untuk bertepuk tangan sendiri juga. Dia mengangguk-angguk. Dia di atas angin. Jeremy mengoper kartu tesnya pada Chelsea, dia meraihnya dengan kebanggaan yang pahit, seperti Sarah ketika dia memenangkan hak asuk terhadap Beth dan Anne. Mark terlihat senang, walau kartu tesnya belum dibacakan.

“Bisa kita punya hasil tes untuk Mark?” sang produser berlari mengoper kartu tes Mark. Jeremy membukanya dan laci pria pembohong menganga lebar.

“Terima kasih, Jeremy,” ujar Chelsea, “dan dia memilih berhubungan seks dengan pelacur berwajah babi itu.”

Mark tertawa.

“Kenapa kamu tertawa?” Jeremy ingin memukul tamunya itu.

“Tidak apa-apa, Jeremy. Hanya saja itu penggambaran yang tepat,” jawab Mark.

“Anda pria yang baik sekali. Mengatai wanita yang anda tiduri di televisi nasional,” Sarah bilang dulu bahwa Anastasia adalah pelacur. Dia tidak seperti babi, tapi mungkin menurut Sarah dia lebih buruk dari itu, “sejak memulai hubungan dengan Chelsea, selain dengan lima ciuman yang sudah anda akui, apakah anda pernah mencium wanita lain dengan bergairah? Anda bilang tidak. Kenapa anda bilang tidak?”

“Karena itu yang sebenarnya,” jawab Mark.

“Tes ini bilang anda berbohong,” dan panggung meledak tiba-tiba. Penonton wanita terdengar menjerit. Chelsea ternyata melompat dari sofanya demi menghantam wajah Mark. Sarah dulu menggenggam kuat-kuat bedcover mawar yang dia beli untuk ulang tahun pernikahan mereka. Mungkin dulu Sarah ingin melompat dan memukul Jeremy, tapi Sarah bukan Chelsea. Pukulannya jauh lebih keras, pertama hak asuh yang dia ambil, kedua kebencian Beth dan Anne padanya. Sakitnya masih sampai sekarang. Jeremy lebih memilih dipukul lalu keadaan kembali seperti semula. Sebelum ada Anastasia. Dibanding sekarang. Tapi mungkin tidak akan banyak bedanya. Panggung sekarang bertambah isinya. Adam berjaga di dekat Mark yang masih duduk di sofanya. Steve menghalangi Chelsea yang berteriak-teriak sambil berdiri, berusaha menghantarkan seluruh kemarahannya ke wajah Mark. Steve berusaha menenangkan Chelsea.

Jeremy mendekati Chelsea, “jangan lakukan itu, jangan lakukan itu. Dengarkan aku,” dengarkan aku, Sarah, “jelas anda lebih baik dari ini. Jangan menyamakan level anda ke pria seperti dia dengan bersikap seperti ini.” Nafas Chelsea berat, dia berusaha menahan air matanya agar tidak tertetes. Dia menyembunyikan wajahnya dibalik rambutnya yang sudah berantakan. Tangannya mengepal, ingin melepaskan diri dari pegangan Steve.

“Oke,” Chelsea menarik nafas dalam-dalam, “oke baik,” Steve melepaskan tangannya, dan Chelsea mengibas rambutnya ke belakang, menyingkapkan wajahnya yang jauh lebih murka dari sebelumnya. Matanya menyala-nyala, dan bibirnya menipis, menatap ke arah Mark. Seluruh neraka siap dilepaskan ke Mark, dan tidak ada yang bisa menghalanginya. Sarah dulu hanya menangis menjerit, dan sekarang terdengar jelas jeritannya, entah dari mana.

Pertunjukkan harus jalan terus, “sejak memulai hubungan dengan Chelsea,” Jeremy melanjutkan, “apakah pernah ada kontak seksual dengan wanita lain. Anda bilang tidak. Tes ini bilang anda berbohong juga.”

“PASTI AILEEN, BUKAN??!!” Chelsea berteriak lagi. Gerakannya yang mendadak membuat Steve kembali melompat ke hadapannya, takut Chelsea menerobos dan menyerang Mark.

“Ini tidak mungkin!” teriak Mark kembali, tanpa berdiri dari sofanya. Dia pasti tidak punya tenaga untuk berdiri. Kebohongannya terbongkar, “aku tidak pernah melakukan itu! Dengan siapa aku akan berselingkuh??”

“Apa kamu mau bilang sekarang tesnya salah? Kamu pembohong, Mark! Akui saja!” seru Jeremy di tengah teriakan-teriakan dan umpatan-umpatan Chelsea. Mark menghentak dirinya berdiri dari sofa dan langsung melenggang pergi. Layar di tengah panggung langsung menyala menunjukkan Mark melangkah pergi ke belakang panggung, diikuti produser dan kameramen yang berusaha membuatnya kembali untuk menyelesaikan acara ini. Dia tidak berusaha membela dirinya lagi. Dia pembohong.

“BAGUS! LARI SAJA SEPERTI KAMU BIASANYA!” pekik Chelsea, masih dihalangi oleh Steve.

“Chelsea, shhh shhhh,” Jeremy menarik bahu Chelsea.

“Aku tidak bisa ada di panggung, Jeremy,” bisiknya sambil menarik dan menghembuskan nafas dengan berat. Berusaha sekuat tenaga menahan tangisnya. Jeremy lemas. Kenapa kamu melakukan ini, Jeremy? Aku salah apa?

“Shhh.. shhh..” Jeremy berusaha menenangkan Chelsea dan dirinya sendiri. Laci-laci Sarah, Anne, dan Beth mulai bercampur ke dalam lemari pekerjaannya, jadi mungkin dia berusaha menenangkan dirinya sendiri juga, dan kalau bisa Sarah, ketika kemarahannya meledak dua tahun yang lalu, “dengarkan aku, dengarkan aku...” dia mendudukkan Chelsea di set sofa lain setelah koridor di belakang panggung, dengan kameramen portable mengikuti mereka, “waktu aku membaca kasus kalian pagi ini, aku pikir, ‘apa gunanya?’ Kalian tidak menghormati satu dengan yang lain, tidak ada lagi kepercayaan. Tidak ada gunanya mempertahankan pria seperti itu. Anda pantas mendapatkan yang lebih baik. Anda lolos semua pertanyaan, anda lebih baik dari dia, jangan mengorbankan integritas anda dengan berteriak dan mengamuk di panggung.”

“Maafkan aku,” matanya masih menyala, mencari-cari sesuatu di belakang Jeremy, mungkin Mark. Nafasnya masih terus menarik dalam dan menghembus kuat. Pelan, tapi penuh determinasi, “tidak akan terjadi lagi. Mark sudah selesai denganku. Tidak akan pernah lagi.” Jeremy tahu itu adalah keputusan karena emosi. Tidak semudah itu biasanya mereka memutuskan hubungan. Tapi semoga yang sekarang berbeda.

Semoga yang sekarang berbeda.

***

Kotak kado untuk Beth terletak di depan cermin studionya. Dibungkus kertas berwarna biru dan pita pink. Wally yang membelikannya, jadi Jeremy  tidak tahu isinya. Ukurannya sebesar kotak cincin pertunangan, jadi mungkin ini perhiasan. Wally bilang Beth menolak ajakan makan malamnya, juga kadonya. Beth pergi dengan keluarganya ke Karibia sejak kemarin. Keluarganya. Dadanya sakit oleh betapa familiarnya perasaan ini. Dia mengenakan mantelnya.

“Hey,” Wally muncul di pintu tanpa mengetuk dahulu. Jeremy membiarkannya begitu, agar dia bisa cepat menyampaikan sesuatu atau mengambilkannya sesuatu, “kau mau mampir ke bar? Hari ini kita akan merayakan rating kita tertinggi selama ini. Semua orang sudah di sana.”


“Tentu,” jawabnya singkat. Acara harus jalan terus. Laci keluarganya dia tutup, laci pekerjaannya juga. Hanya laci langutnya yang dia buka, barangkali untuk selama-lamanya.

2 komentar:

  1. bagus yor, gua ga pernah nonton acara kaya gini (paling cuma sekilas aja), tapi penggambaranlo cukup detil untuk dibayangkan. bravo!

    BalasHapus